Setelah melalui sesi curah gagasan yang penuh energi di tahap Ideate, tim desain kini memiliki segudang ide dan konsep potensial. Namun, ide hanyalah ide hingga ia bisa dilihat, dirasakan, dan diuji. Di sinilah kita memasuki tahap krusial berikutnya dalam proses Design Thinking: Prototype.
Tahap Prototype adalah tentang mengubah ide-ide abstrak menjadi model yang nyata dan dapat diuji. Ini bukan tentang membangun produk yang sempurna dan berfungsi penuh. Sebaliknya, tujuan utamanya adalah membuat versi sederhana dan berskala kecil dari produk atau fitur untuk mendapatkan umpan balik dengan cepat. Anggap saja ini seperti seorang arsitek yang membuat maket bangunan sebelum meletakkan batu pertama—ini adalah cara untuk memvisualisasikan dan memvalidasi konsep di dunia nyata.
Apa Sebenarnya Prototype dan Mengapa Begitu Penting?
Dalam konteks UX, prototipe adalah simulasi interaktif dari produk akhir yang digunakan untuk tujuan pengujian sebelum produk tersebut dikembangkan. Ini bisa sesederhana sketsa di atas kertas atau serumit maket digital yang sangat interaktif.
Tahap ini sangat penting karena beberapa alasan fundamental:
- Menguji Asumsi & Validasi Ide: Prototipe memungkinkan Anda untuk menguji hipotesis utama tentang solusi Anda. Apakah alur yang Anda rancang masuk akal bagi pengguna? Apakah solusi Anda benar-benar memecahkan masalah mereka?
 - Gagal Lebih Awal, Gagal dengan Murah: Menemukan bahwa sebuah ide tidak berhasil pada tahap prototipe jauh lebih murah dan cepat daripada setelah ratusan jam pengembangan. Ini adalah inti dari filosofi “fail fast, fail cheap”.
 - Mendapatkan Umpan Balik yang Konkret: Jauh lebih mudah bagi pengguna untuk memberikan umpan balik ketika mereka berinteraksi dengan sesuatu yang nyata daripada hanya mendiskusikan ide abstrak.
 - Meningkatkan Kolaborasi Tim: Sebuah prototipe menjadi satu-satunya sumber kebenaran (single source of truth) yang dapat dilihat dan didiskusikan oleh desainer, pengembang, dan pemangku kepentingan, memastikan semua orang memiliki pemahaman yang sama.
 
Tingkatan Prototipe: Dari Sketsa Kasar hingga Tampilan Akhir
Prototipe tidak selalu harus canggih. Tingkat kerumitan atau “fidelity” sebuah prototipe harus disesuaikan dengan tujuan pengujian Anda.
1. Low-Fidelity (Lo-Fi) Prototypes
Ini adalah bentuk prototipe yang paling sederhana dan cepat untuk dibuat. Fokus utamanya adalah pada struktur, alur, dan konsep, bukan pada estetika visual.
- Contoh: Sketsa kertas (paper prototypes), wireframe digital sederhana.
 - Karakteristik: Cepat dan murah, mudah diubah, menggunakan bentuk dasar dan teks placeholder.
 - Kapan Digunakan: Sangat ideal di awal proses untuk memvalidasi alur pengguna utama dan tata letak dasar tanpa terganggu oleh detail visual seperti warna atau tipografi.
 
Contoh sketsa prototipe Lo-Fi di atas kertas, fokus pada alur dan penempatan elemen.
2. High-Fidelity (Hi-Fi) Prototypes
Prototipe ini sangat mirip dengan produk akhir, baik dari segi visual maupun interaksi. Mereka sering kali bersifat interaktif dan dapat diklik.
- Contoh: Maket (mockup) interaktif yang dibuat dengan alat seperti Figma, Sketch, atau Adobe XD.
 - Karakteristik: Tampilan visual yang detail (warna, ikon, gambar), interaksi yang realistis (tombol yang bisa diklik, transisi antar layar), butuh lebih banyak waktu untuk dibuat.
 - Kapan Digunakan: Cocok untuk tahap akhir pengujian kegunaan (usability testing), mendapatkan umpan balik tentang desain visual, dan mempresentasikannya kepada pemangku kepentingan untuk persetujuan.
 
Contoh prototipe Hi-Fi yang dibuat di Figma, menampilkan desain visual yang detail dan interaktif.
Bagaimana Membangun Prototipe yang Efektif?
- Tentukan Tujuan Utama: Apa satu pertanyaan paling penting yang ingin Anda jawab dengan prototipe ini? Misalnya, “Bisakah pengguna berhasil menambahkan barang ke keranjang belanja?”
 - Pilih Tingkat Fidelity yang Tepat: Jika Anda menguji alur dasar, mulailah dengan Lo-Fi. Jika Anda ingin menguji detail interaksi, gunakan Hi-Fi.
 - Fokus pada Alur Pengguna Kunci: Anda tidak perlu membuat prototipe untuk setiap fitur. Bangunlah alur yang paling krusial untuk perjalanan pengguna yang sedang Anda uji.
 - Pilih Alat yang Sesuai: Untuk Lo-Fi, pena dan kertas sudah cukup. Untuk Hi-Fi, manfaatkan software desain modern seperti Figma yang memungkinkan kolaborasi dan pembuatan interaksi yang mudah.
 - Jangan Terlalu Sempurna: Ingat, tujuan prototipe adalah untuk belajar. Jangan terlalu terikat secara emosional padanya. Bersiaplah untuk menerima kritik dan bahkan membuangnya jika terbukti tidak berhasil.
 
Sebagai contoh, saat Gojek ingin merancang fitur baru seperti GoClub, tim desain kemungkinan besar memulai dengan membuat sketsa alur pendaftaran dan pengecekan poin (Lo-Fi). Setelah alur tersebut divalidasi, mereka akan membangun prototipe Hi-Fi di Figma yang terlihat dan terasa seperti aplikasi Gojek asli untuk diuji oleh sekelompok kecil pengguna.
Tahap Prototype adalah momen “Aha!” di mana ide-ide mulai terasa nyata. Ini adalah langkah vital untuk mengubah konsep kreatif menjadi solusi fungsional yang siap diuji di dunia nyata. Setelah prototipe siap, saatnya untuk menghadapkannya pada ujian sesungguhnya: tahap Test.